" KENAPA TERJADI KRISIS GLOBAL?"
Bahwa terjadi krisis maha dahsyat di Amerika Serikat yang menyebar ke semua negara di dunia sudah sangat banyak kita baca. Namun tidak banyak yang menjelaskan tentang sebab-sebabnya, dan juga tidak banyak yang menguraikan tentang landasan dari sebab-sebab itu, yaitu mashab pikiran atau ideologi yang memungkinkan dipraktekannya cara-cara penggelembungan di sektor keuangan.
Tentang yang pertama, media
Bank hipotik yang mengkhususkan diri memberikan kredit untuk pembelian rumah, dengan sendirinya mempunyai tagihan kepada penerima kredit yang menggunakan uangnya untuk membeli rumah. Jaminan atas kelancaran pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya adalah rumah yang dibiayai oleh bank hipotik tersebut. Kita sebut tagihan ini tagihan primer, karena langsung dijamin oleh rumah, atau barang nyata. Tagihannya bank hipotik kepada para penerima kredit berbentuk kontrak kredit yang berwujud kertas. Istilahnya adalah pengertasan dari barang nyata berbentuk rumah. Karena kertas yang diciptakannya ini mutlak mewakili kepemilikan rumah sebelum hutang oleh pengutang lunas, maka kertas ini disebut
Katakanlah bank hipotik ini bernama Bear Sterns. Bear Sterns mengkonversi uang tunainya ke dalam kewajiban cicilan utang pokok beserta pembayaran bunga oleh para penghutang atau debitur. Jadi uang tunai atau likuiditasnya berkurang. Namun Bear Sterns memegang
Penerbitan
Lehman memegang
Demikianlah seterusnya, satu rumah sebagai jaminan menghasilkan uang tunai ke dalam kas dan bank-bank ternama dengan jumlah keseluruhan yang berlipat ganda. Media
Sekarang kita bayangkan adanya pembeli rumah yang gagal bayar cicilan utang pokok beserta bunganya. Kalau satu tagihan dipotong-potong (sliced) menjadi 5, yang masing-masing dibeli oleh bank-bank yang berlainan, maka gagal bayar oleh satu debitur merugikan 5 bank. Ini sebagai contoh. Dalam kenyataannya bisa lebih dari 5 bank yang terkena kerugian besar, karena kepercayaan bank-bank besar di seluruh dunia kepada nama-nama besar investment banks dan hedge funds di AS.
Dampak pertama adalah bahwa bank tidak percaya pada bank lain yang minta kredit kepadanya melalui pembelian
Dampak kedua adalah bahwa bank yang menagih piutangnya yang sudah jatuh tempo tidak memperoleh haknya, karena bank yang diutanginya tidak mampu membayarnya tepat waktu, karena pengutang utamanya, yaitu individu yang membeli rumah-rumah di atas batas kemampuannya memang tidak mampu memenuhi kewajibannya. Lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat dengan sadar memberikan kredit rumah kepada orang yang tidak mampu. Itulah sebabnya namanya subprime mortgage. Sub artinya di bawah. Prime artinya prima atau bonafid. Jadi dengan sadar memang memberikan kredit rumah kepada orang-orang yang tidak bonafid atau tidak layak memperoleh kredit. Bahwa kepada mereka toh diberikan, bahkan berlebihan, karena adanya praktek yang disebut sliced and diced tadi. Dampak kedua ini, yaitu bank-bank gagal bayar kepada sesama bank mengakibatkan terjadinya rush oleh bank-bank pemberi kredit, antara lain kepada Lehman Brothers. Maka Lehman musnah dalam waktu 24 jam.
Ketika
Ketika balon angin keuangan meledak, Henry Paulson sudah menjabat menteri keuangan AS. Dia melakukan tindakan-tindakan yang buat banyak orang membingungkan, tetapi buat beberapa orang, dia manusia yang hebat, tegas, dan menurutnya sendiri bersenjatakan bazooka. (Newsweek tanggal 29 September 2008 halaman 20).
Maka dialah yang ketiban beban berat menghadapi krisis yang maha dahsyat yang sedang berlangsung. Tindakan-tindakannya seperti semaunya sendiri atau bingung. Dia memfasilitasi JP Morgan untuk membeli Bear Sterns dengan harga hanya US$ 2 per saham, yang dalam waktu singkat direvisi menjadi US$ 10. Fannie Mae dan Freddie Mac, perusahaan quasi milik pemerintah telah memberikan jaminan kredit sebesar US$ 5,4 trilyun. Untuk menyelamatkannya dua perusahaan penjaminan kredit tersebut dibeli oleh pemerintah dengan jumlah uang US$ 80 milyar. Lehman Brothers disuruh bangkrut saja. Merril Lynch dijual kepada Bank of America. Akhirnya dia menyodorkan usulan supaya pemerintah AS menyediakan uang US$ 700 milyar untuk menanggulangi krisis. Kongres marah, karena alasan ideologi. Bagaimana mungkin bangsa yang kepercayaannya pada keajaiban mekanisme pasar bagaikan agama mendadak disuruh intervensi dengan uang yang begitu besar? Wall Street guncang luar biasa. Kongres rapat lagi dan “terpaksa” menyetujui usulan Hank Paulson dan Bernanke, Presiden Federal Reserve, supaya pemerintah AS menggunakan uang rakyat pembayar pajaknya sebesar Rp 700 milyar untuk mencoba menyelesaikan masalah keuangan yang maha dahsyat itu. Saya katakan mencoba, karena setelah disetujui, Wall Street tetap saja terpuruk.
Maka masyarakat menjadi panik, kepercayaan kepada siapapun hilang. Dengan adanya pengumuman bahwa perusahaan-perusahaan besar dengan nama besar dan sejarah yang panjang ternyata bangkrut, saham-sahamnya yang dipegang oleh masyarakat musnah nilainya. Masyarakat bertambah panik.
Seperti telah dikemukakan sangat banyak kertas-kertas derivatif diciptakan oleh bank-bank dengan nama besar, sehingga tanpa ragu banyak bank-bank besar di seluruh dunia membelinya sebagai investasi mereka. Kertas-kertas berharga ini mendadak musnah harganya, sehingga banyak bank yang menghadapi kesulitan sangat kritis.
Dampaknya terhadap Indonesia
Secara rasional dampaknya terhadap
Dampak yang riil dan sekarang terasa ialah dijualnya saham-saham di Bursa Efek
Kebijakan lain ialah mengumumkan memberikan jaminan keamanan dan keutuhan uang yang disimpan dalam bank-bank di Indonesia sampai batas Rp 2 milyar. Ini sama saja mengatakan kepada publik di seluruh dunia supaya jangan menyimpan uangnya di bank-bank di Indonesia yang melebihi Rp 2 milyar.
Karena pengaruh teknologi informasi yang demikian canggihnya, semua berita-berita tentang krisis yang melanda negara-negara maju dapat diikuti. Pengaruh psikologisnya ialah kehati-hatian dalam membelanjakan uangnya yang berarti konsumsi akan menyusut dengan segala akibatnya.
Setelah Bank
Hal yang kurang dipahami adalah faktor-faktor, kekuatan-kekuatan serta mekanisme yang bekerja setelah meletusnya gelembung angin (bubble) keuangan menyeret perekonomian global ke dalam spiral yang menurun.
Sejak lama kita mengenal adanya gejala gelombang pasang surutnya ekonomi atau business cycle atau conjunctuur yang selalu melekat pada sistem kapitalisme dan mekanisme pasar. Cikal bakal tercapainya titik balik teratas menuju pada kemerosotan, dan sebaliknya, cikal bakal tercapainya titik balik terendah menuju pada kegairahan dan peningkatan ekonomi bisa macam-macam. Tetapi pola kemerosotan dan pola peningkatannya selalu sama.
Seberapa besar pemerintah mempunyai kemampuan mempengaruhinya tergantung pada struktur ekonomi dalam aspek perbandingannya antara ketersediaan modal dan ketersediaan tenaga kerja. Bagian ini dari ekonomi tidak banyak dibicarakan oleh para ahli. Apakah karena mereka kurang paham, ataukah gejala business cycle sudah mati, sudah kuno dan tidak berlaku lagi?
* Risna Novianti (
Tidak ada komentar:
Posting Komentar